Rizki A. A. N, D1212063, KOMUNIKASI DAN KEHAMILAN DILUAR NIKAH (Studi Deskriptif โ Kualitatif Tentang Komunikasi Interpersonal Antara Anak dengan Orangtua dalam Kejadian Hamil di Luar Nikah). Skripsi S1, Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2016.
Imam Syafiโi berpendapat bahwa perkawinan akibat hamil di luar nikah adalah sah, perkawinan boleh dilangsungkan ketika seorang wanita dalam keadaan hamil. Baik perkawinan itu dilakuan dengan laki-laki yang menghamilinya ataupun dengan laki-laki yang bukan menghamilinya. Argumen Imam Syafiโi tentang kebolehan perkawinan tersebut adalah karena wanita tersebut bukanlah termasuk golongan wanita yang haram untuk dinikahi. Dalam masalah iddah Imam Syafiโi berpendapat bahwa tidak ada masa iddah untuk wanita hamil di luar nikah dengan tujuan iddah adalah untuk menjaga kesucian nasab anak. Bayi yang lahir akibat hubungan di luar nikah nasabnya kembali kepadanya. Sedangkan menurut Imam Ahmad Bin Hambal berpendapat bahwa perkawinan hamil di luar nikah dilakukan dengan laki-laki yang menghamilinya tidak boleh, kecuali mereka bertaubat terdahulu. Sedangkan perkawinan hamil di luar nikah dengan laki-laki yang bukan menghamilinya itu haram hukumnya. Imam Hambali mengatakan diwajibkan atanya menunggu masa iddah dan diharamkan atas suaminya menyetubuhinya hingga habis masa iddahnya. Jenis penelitian ini adalah library research. Secara umum metode penelitian ini yang digunakan adalah penelitia normatif, yaitu penelitian yang diarahkan dan difokuskan terhadap penelitian bahan-bahan pustaka. Fokus kajian ini adalah bagaimana perspektif Imam Syafiโi dan Imam Ahmad bin Hambal tentang hamil di luar nikah dan status nasab anak. Dari fokus kajian menyimpulkan bahwa setiap mazhab sepakat bahwa batas minimal kehamilan adalah enam bulan, apabila seorang wanita dan laki-laki kawin lalu melahirkan seorang anak dalam keadaan hidup dan sempurna bentuknya sebelum enam bulan, maka anak tersebut tidak bisa dikaitakan dengan nasab atas nama Kunci hamil, diluar nikah, nasab, anak Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Shar-E Jurnal Kajian Ekonomi Hukum Syariah Vol. 6 No. 1 Januari 2020, hal. 1-16 p-ISSN 2442-5877 e-ISSN 2686-1674 1 HAMIL DI LUAR NIKAH DAN STATUS NASAB ANAKNYA Studi Komperatif antara Pendapat Ima m Syafiโi dan Imam Ahmad Bin Hambal Asman Institut Agama Islam Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas ABSTRAK Imam Sya fiโi berpendapat bahwa perkawinan akibat hamil diluar nikah adalah sah, perkawinan boleh dilangsungkan ketika seorang wanita dalam keadaan hamil. Baik perkawinan itu dilakuan dengan laki-laki yang menghamilinya ataupun dengan laki-laki yang bukan menghamilinya. Argumen Imam Syafiโi tentang kebolehan perkawinan tersebut adalah karena wanita tersebut bukanlah termasuk golongan wanita yang haram untuk dinikahi. Bayi yang lahir akibat hubungan diluar nikah nasabnya kembali kepadanya. Sedangkan menurut Imam Ahmad Bin Hambal berpendapat bahwa perkawinan hamil di luar nikah dilakukan dengan laki -laki yang menghamilinya tidak boleh. Sedangkan perkawinan hamil di luar nikah dengan laki-laki yang bukan menghamilinya itu haram hukumnya. Dari pendapat dua tokoh ulama tersebut ada perbedaan pendapat sehingga menarik untuk dibahas. Jenis penelitian ini adalah library research, penelitian yang digunakan penelitian normatif, yaitu penelitian yang diarahkan dan difokuskan terhadap penelitian bahan-bahan pustaka. Fokus ka jian ini adalah bagaimana pendapat Imam Syafiโi dan Imam Ahmad bin Hambal tentang hamil di luar nikah dan status nasab anak. Dari fokus kajian menyimpulkan bahwa setiap mazhab khusus mazhab Imam Syafiโi yang digunakan di Indonesia, sepakat bahwa batas minimal kehamilan adalah enam bulan, apabila seorang wanita dan laki-laki kawin lalu melahirkan seorang anak dalam keadaan hidup dan sempurna bentuknya sebelum enam bulan, maka anak tersebut tidak bisa dikaitkan dengan nasab atas nama suaminya. Kata Kunci hamil di luar nikah; nasab; anak; Imam SyafiโI; Imam Ahmad PENDAHULUAN Menikah merupakan salah satu anjuran dalam Islam yang jelas, karena berdampak positif bagi pasangan dalam kehidupan pribadi atau individu maupun bermasyarakat. Menikah merupakan bagian dari nikmat tanda keagungan Allah yang diberikan kepada umat manusia. Dengan menikah berarti mereka telah berjuang mempertahankan kelangsungan hidup secara turun-temurun serta melestarikan agama Allah dipersada bumi pertiwi ini. Ahmad Mudjab Mahalli, 2002 43. Perkawinan merupakan tujuan syariat yang dibawa Rasulullah Saw, yaitu penataan hal ihwal manusia dalam kehidupan diniawi dan ukhrowi. Dalam ajaran fikih, terlihat adanya empat garis dari penataan itu yakni a. Rubโal-ibadat, yang merupakan menata hubungan manusia selaku makhluk dengan Khaliknya. b. Rub al-muamalat, yaitu merupakan menata hubungan manusia dalam lalu lintas pergaulannya dengan sesamanya untuk memenuhi hajad hidup sehari-hari. c. Rubal-munakahat, yaitu merupakan yang menata hubungan manusia dalam lingkungan keluarga. Asman Shar-E Vol. 6 Januari 2020 2 d. Rubal-jinayah, yang merupakan menata pengamanannya dalam suatu tertib pergaulan yang menjamin ketentraman. Tihami, 2014 15. Keluarga merupakan salah satu sarana pendidikan formal yang bertujuan untuk dapat menjadi dasar pertumbuhan pribadi atau kepribadian sang putra-putri itu sendiri di dalam rumah tangga. Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan pernikahan yang sah yang dapat membentuk sebuah keluarga. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anak untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat. Asman, al-Istinbath Jurnal Hukum Islam Vol. 4, No. 1, 2019 95. Setiap muslim tidak boleh menghalang-halangi dirinya agar suapaya tidak menikah karena khawatir tidak mendapat rezeki dan menanggung kewajiban yang berat terhadap keluarganya. Tetapi dia harus berusaha dan bekerja serta mencari anugerah Allah yang telah dijanjikan untuk orang-orang yang sudah kawin itu demikian kehormatan dirinya. Perkawinan dalam Islam adalah pernikahan yaitu akad yang sangat kuat untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Perkawinan adalah bertujuan untuk menciptakan kehidupan yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Muammal Hamidiy, 2003 328. Kecendrungan akan seks adalah suatu hal yang normal, karena Allah telah memberikan hasrat itu dalam diri setiap makhluk. Namun, bukan berarti bahwa hal yang normal tersebut boleh dengan bebas kita salurkan. Oleh karena itu, Rasulullah Saw memerintahkan para pemuda untuk segera menikah, tentu bagi pihak yang sudah siap melakukannya. Karena nikah merupakan solusi positif untuk menyalurkan tabiat naluri manusia yang cenderung menyukai lawan jenisnya. Nikah merupakan cara jitu yang terbukti sangat ampuh mengobati gejolak syahwat manusia. Sehingga, kebutuhan manusia terhadap pernikahan merupakan sesuatu yang tak lagi dapat dipungkiri akal sehat. Abdul Wahid Faiz at-Tamimi, 2018 25. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Israโ, [17] 32, yang berbunyi ๎๎๎ ๎๎๎๎๎ท๎๎๎ค๎๎
๎๎ท๎๎๎๎๎๎๎ป๎๎ฉ๎ฎ๎ฟ๎๎๎๎๎
๎๎๎๎ ๎๎ด๎ง๎ญ๎ฎ๎ช๎๎๎๎ฉ๎๎ป๎๎๎ด๎ค๎ ๎ซ๎๎๎ช๎ธ๎๎๎๎ฒ๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎ Terjemahannya โDan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang burukโ. Perkawinan akibat hubungan di luar nikah menimbulkan permasalahan dan rumusan yang berbeda dikalangan ulama mazhab ulama Sunni. Hasan Basri, 1999 50-51. Berdasarkan firman Allah dalam an-Nur, [24] 3, yang berbunyi ๎๎๎๎ซ๎ซ๎ ๎๎
๎ช๎๎ถ๎ ๎ง๎๎ฎ๎ช๎๎๎
๎๎ถ๎๎ฉ๎๎ข๎ฐ๎๎ป๎๎๎๎ ๎๎๎๎พ๎๎ญ๎ช๎ง๎ด๎ค๎ ๎ซ๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎ช๎๎๎๎ซ๎ซ๎๎๎๎๎พ๎๎ญ๎ช๎๎ถ๎ ๎ง๎๎ฎ๎ช๎ ๎๎ฆ๎๎ข๎ฐ๎๎ป๎๎๎๎ ๎๎
๎ช๎ง๎ด๎ค๎ ๎ซ๎๎๎ธ๎๎ฒ๎๎ช๎๎ผ๎๎ซ๎๎ค๎ ๎ซ๎ ๎๎ ๎๎๎ ๎๎๎ต๎ฎ๎๎ด๎๎๎๎๎๎ฒ๎๎ง๎๎๎ ๎๎ก๎๎๎๎๎๎ช๎๎๎Terjemahannya โLa ki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukminโ. Dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 43 sudah diatur tentang kedudukan 1 anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan Asman Shar-E Vol. 6 Januari 2020 3 anak diluar nikah akibat perbuatan zina. UU Nomor 1 tentang Perkawinan, 2015 14. Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam sudah mengatur dalam BAB VIII tentang Kawin Hamil yaitu pada Pasal 35. Mediya Rafeldi, 2016 13. Menurut penjelasan di atas dari ayat al-Quran, UU No. 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam KHI, maka ada kaitannya dengan yang akan dibahas mengenai pandangan Imam Sya fiโi dan Imam Ahmad bin Hambal, yaitu masalah mengenai wanita hamil di luar nikah dan nasab anak dari perkawinan akibat hamil di luar nikah itu sendiri. Imam Syafiโi berpendapat bahwa hukum perkawinan akibat hamil di luar nikah adalah sah, perkawinan boleh dilangsungkan ketika wanita dalam keadaan hamil. Baik perkawinan yang dilangsungkan dengan laki-laki yang menghamilinya atau laki-laki yang bukan menghamilinya. Imam Syafiโi juga berpendapat bahwa tujuan utama โiddah adalah untuk menjaga kesucian nasab, anak yang baru lahir akibat hubungan di luar nikah nasabnya kembali kepada ibunya. Dengan demikian tidak ada โiddah yang harus dilakukan oleh wanita yang hamil di luar nikah. Sedangkan menurut Imam Ahmad bin Hambal, hukum perkawianan akibat hamil di luar nikah adalah tidak boleh dilakukan ketika wanita dalam keadaan hamil. Dalam hal ini pernikahan akibat di luar nikah adalah tidak sah. Abdul Azizi, 2012 26. ibunya dan keluarga ibunya. 2 kedudukan anak tersebut ayat 1 diatas selanjutnya akan diatur dalam peraturan pemerintahan. 1 seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya. 2 perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat 1 dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya. 3 dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir. Mengenai masalahโiddah Imam Ahmad bin Hambal berbeda pendapat dengan Imam Syafiโi. Menurut Imam Ahmad bin Hambal tidak boleh dinikahi wanita-wanita yang telah berzina, terkecuali dengan dua syarat, yaitu 1 Selesai bersalin kalau hamil dan dengan tiga kali haid, kalau tidak hamil. 2 telah bertaubat dari zina. Muhammad Hasbi As Shiddieqy, 1997 243-244. Melihat realita yang ditelusuri di masyarakat sekarang dengan begitu banyaknya kasus perkawinan akibat hamil di luar nikah, misalnya data informasi dari kepala Perwakilan BKKBN Kalimantan Barat, Kusmana menyampaikan bahwa data persoalan yang ada di Kalimantan Barat khususnya mengenai remaja sangat banyak. Mulai dari usia lamanya sekolah yang masih rendah, bahkan usia lulus SD mau masuk ke SMP sudah ada yang menikah. Dikatakannya hubungan di luar nikah cukup banyak di Kalimantan Barat, sehingga angka kehamilan tidak direncanakan ini di Kalimantan Barat mencapai angka 24,7%. Artinya mereka hamil tidak sengaja karena pergaulan bebas. Tribun Pontianak, terbitan 18 Maret 2019. Dengan adanya kasus di atas ini tentunya akan menjadi hal menarik untuk diteliti apabila dua ulama yang secara status pernah menjadi guru dan murid serta sama-sama beraliran Sunni, namun mereka berbeda pendapat dalam merumuskan suatu hukum, untuk di bahas lebih lanjut dan terperinci. Firman Allah SWT menjelaskan tentang nasab dalam QS. al-Furqan, [25] 54, yang berbunyi ๎๎๎ช๎๎ฒ๎๎ถ ๎๎ฝ๎๎๎๎
๎๎๎๎๎ธ๎๎ฎ๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎ฃ๎๎๎๎ช๎๎๎๎๎๎๎๎ค๎๎
๎๎ซ๎๎ค๎ ๎ซ๎ ๎๎ฌ๎๎ช๎ ๎๎๎๎ง๎๎ญ๎๎๎๎ง๎ณ๎ ๎ซ๎ ๎๎ธ๎๎ต๎๎๎๎ช ๎๎ฒ๎ฝ ๎๎ฐ๎๎๎ ๎๎๎จ๎๎๎ต๎ ๎๎
๎๎๎๎๎๎ Terjemahannya โDan Dia pula yang menciptakan manusia dari air lalu dia jadikan manusia itu punya keturunan dan Asman Shar-E Vol. 6 Januari 2020 4 mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha Kuasaโ. Menurut ayat di atas seorang ayah dilarang mengingkari keturunannya dan diharamkan bagi seorang wanita menisbahkan anak yang hasil dari hamil di luar nikah kepada yang bukan ayah kandungnya. Wali merupakan salah satu rukun pernikahan yang menjadikan syarat sah nikah. Di dalam hukum Islam jika anak luar nikah yang lahir adalah laki-laki, ketika ingin menikah tidak memerlukan wali. Nilhakim, Shar-E Jurnal Kajian Ekonomi Hukum Syariah Vol. 5 No. 2, Juli 2019 128. Ulama sepakat menyatakan bahwa nasab seorang anak kepada ibunya terjadi disebabkan kehamilan di luar nikah melalui hubungan seksual yang dilakukannya dengan seorang lelaki tanpa berdasarkan akad nikah yang disebut dengan perzinahan. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan jenis penelitian berbentuk kepustakaan atau library Research. Secara umum metode penelitian ini yang digunakan adalah penelitian normatif, yaitu penelitian yang datanya diarahkan dan difokuskan terhadap penelitian berupa bahan-bahan pustaka. Kemudian menganalisis sumber-sumber literatur yang berkaitan dengan materi dan fokus pada masalah yang dibahas. Neong Muhajir, 2000 43. Penelitian yang berdasarkan berbentuk kepustakaan ada beberapa macam. Ada yang berupa kepustakaan umum dan keputakaan khusus. Mestika Zed, 2014 5-6. Jadi penelitian ini yang digunakan adalah penelitian pustaka yaitu penelitian dengan objek kajian data yang berupa referensi pustaka yang kaitanya dengan pernikahan akibat hamil di luar nikah. PEMBAHASAN A. Pandangan Imam Syafiโi Tentang Hamil di luar Nikah Dan Satus Nasab Anaknya Imam Syafiโi telah berpendapat ia telah mengemukakan bahwa, beliau memakruhkan menikahi wanita hamil di luar nikah tersebut, tetapi jika tetap menikahinya maka Imam Syafiโi tidak menganggap batal pernikahan mereka. Mengenai alasan illah Imam Sya fiโi memakruhkan hal itu untuk keluar dari perbedaan pendapat. Karena ada sebagian orang yang tidak membolehkan laki-laki itu menikahinya. Syaikh Hasan Ayyub, 2001 132. Imam Syafiโi berpendapat bahwa hukum perkawinan akibat damil di luar nikah adalah sah, perkawinan boleh dilangsungkan ketika wanita sedang dalam keadaan hamil. Baik perkawinan dengan laki-laki yang menghamilinya atau laki-laki yang bukan menghamilimya. Imam Syafiโi juga berpendapat bahwa tujuan utama iddah adalah untuk menjaga kesucian nasab, anak yang lahir akibat hubungan di luar nikah nasabnya kembali kepada ibunya. Dengan demikian tidak ada iddah yang harus dilakukan oleh wanita yang hamil di luar nikah. Mazhab Syafiโi berpendapat bahwa zina itu tidak menetapkan keharamnya dalam mushaharah menjalin hubungan pernikahan sehingga dibolehkan bagi seorang yang berbuat zina menikahi ibu dari wanita yang dizinahinya. Mengenai hadits atau dalil misalnya hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. Ia bercerita Rasulullah Saw bersabda yang artinya โseorang pezina yang telah dicambuk tidak boleh menikah kecuali dengan wanita yang semisalnya pezina juga. Syaikh Hasan Ayyub, 2001 132. Dalam kitab fathul baari bahwa para perawi hadits ini tsiqah. Wanita pezina pelacur boleh di nikahi demikian menurut Imam Hanafi Asman Shar-E Vol. 6 Januari 2020 5 dan Imam Syafiโi, orang yang berzina dengan seorang perempuan tidak haram menikahi perempuan tersebut, begitu pula menikahi ibu dan anaknya. Demikianlah, pendapat Imam Syafi โi. Apabila seorang berzina, maka suaminya boleh langsung mencampurinya tanpa iddah, tetapi apabila ia hamil maka hukumnya makruh menyetubuhinya hingga ia melahirkan. Demikian menurut Imam Hanafi dan Imam Syafiโi. Allama h Muhammad, 2011 349. Imam Syafiโi dan Imam Maliki berpendapat bahwa seorang laki-laki boleh menikahi anak perempuannya dari hasil zina, saudara perempuan, cucu perempuan, baik dari anaknya yang laki-laki maupun yang perempuan sebab wanita-wanita itu secara syarโi adalah orang-orang yang bukan muhrim, dan diantara mereka berdua itu tidak bisa saling mewarisi. Muhammad Jawad Mughniyah, 2007 315. Sedangkan seseorang yang telah berzina dengan seorang budaknya boleh menikahinya dan terus menyetubuhinya. Demikian menurut pendapat Imam Syafiโi. Allamah Muhammad, 2011 351. Menurut Kompilasi Hukum Islam KHI pada BAB VII tentang Kawin Hamil dalam pasal 1, 2 dan 3 adalah sebagai berikut 1. Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya. 2. Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat 1 dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya. 3. Dengan dilangsungkanya sebuah perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir. Media Rafeldi, 2016 13. Dari kesimpulan di atas bahwa Imam Syafiโimembolehkan perkawinan wanita hamil luar nikah dengan laki-laki menghamilinya maupun laki-laki yang bukan menghamilinya. Kebolehan ini adalah kebolehan yang secara mutlak maksudnya tidak ada syarat terhadap kebolehan ini. Argumentasi Im am Syafiโi yang membolehkan perkawinan ini karena wanita yang menikah karena zina ini bukanlah termasuk wanita yang haram dinikahi sebagaimana yang telah dijelaskan dalam al-Quran mengenai masalah โiddah, Imam Syafiโi berpendapat bahwa wanita yang hamil di luar nikah tidaklah memiliki iddah. Hal ini dikarenakan tujuan โiddah adalah untuk menghormati sperma atau janin yang terdapat pada wanita yang disalurkan melalui hubungan sah. Sedangkan hubungan zina adalah hubungan yang haram dan tidak sah, oleh sebab itu maka janin dari hasil zina itu tidaklah wajib untuk di hormati. Karena alasan itu pula Imam Sya fiโi berpendapat bahwa apabila wanita tersebut telah melakukan akad nikah yang sah, maka mereka boleh melakukan hubungan biologis tanpa harus menunggu kelahiran bayi anak tersebut. B. Pandangan Imam Ahmad bin Hambal Tentang Hamil di luar Nikah dan Satus Nasab Anaknya Imam Hanafi dan Imam Hambali menyatakan, anak perempuan hasil zina itu haram untuk dikawini sebagai mana keharaman anak perempuan yang sah. Sebab anak perempuan tersebut adalah merupakan darah-dagingnya sendiri. Dari segi bahasa dan tradisi masyarakat atau disebut dengan urf dia adalah anak sendiri. Tidak diakuinya ia sebagai seorang syarโi dari sisi hukum waris, tidak berarti ia bukan anak kandungnya secara hakiki, namun yang dimaksud disini adalah menafikan akibat-akibat sya rโinya saja, misalnya hukum waris dan memberi nafkah. Imam Hanafi dan Imam Hambali berpendapat atau mengemukakan bahwa Asman Shar-E Vol. 6 Januari 2020 6 zina itu dapat menyebabkan keharaman mushaharah, maka kalau seorang laki-laki itu haram untuk mengawini anak perempuan dan ibu wanita yang dizinahinya itu. Sedangkan wanita itu sendiri haram pula dikawini oleh ayah dan anak laki-laki dari pria yang menzinahinya. Muhammad Jawad Mughniyah, 2007 331-332. Kedua mazhab tidak membedakan antara terjadinya perzinahan sebelum dan sesudah perkawinan. Andai kata seorang laki-laki yang berzinah dengan mertua wanitanya, atau seorang anak berzina dengan istri ayahnya ibu tirinya, maka istrinya menjadi haram bagi suaminya untuk selama-lamanya. Dalam kitab Multaqial Anhar yang ditulis seorang ulama Hanafi Jilid I, bab Al-Zawaj disebutkan bahwa, manakala ada seorang laki-laki membangunkan istrinya untuk dia campuri, tapi bagian tanganya menyentuh bagian tubuh anak perempuan tirinya, kemudian dia mengelusnya dengan penuh birahi, dan memang anak perempuan itu juga mengundang hasrat birahi, lantaran ia menyangka bahwa wanita yang dia setubuhi itu adalah istrinya, maka istrinya itu menjadi haram baginya untuk selama-lamanya. Muhammad Jawad Mughniyah, 2007 337. Imam Syafiโi mengatakan bahwa perzinahan itu tidak menyebabkan adanya suatu keharaman mushaharah berdasarkan hadits yang artinya โyang haram itu tidak bisa mengharamkan membuat haram sesuatu yang halal. Mustafa Al- Bugha, 2010 344. Maka jika seorang laki-laki berzina dengan seorang perempuan, lalu setelah enam bulan perempuan itu membawa seorang anak yang mungkin hasil dari perzinahan tersebut, maka tidak terdapat perbedaan antara para ulama bahwa tidak ada hubungan nasab antara anak tersebut dengan laki-laki itu dan antara keduanya pun tidak saling mewarisi. Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad berpendapat bahwa mengatakan, โti dak dibolehkan baginya menikahi wanita tersebutโ, lalu para pengikut Abu Hanifah berbeda pendapat masalah mengenal alasan yang diharamkannya pernikahan tersebut. Pendapat golongan pertama mengatakan, diharamkannya laki-laki itu menikahi wanita tersebut karena ia adalah anak perempuan dari wanita yang dulu pernah berzina dengannya dan bukan karena ia anak sebagai anak hasil dari zina. Dan menurutnya, karena perzinahan itu maka ditetapkannya suatu keharaman mushaharah sebagaimana telah di uraikan, sehingga tidak ia tidak haram untuk dinikahi oleh ayahnya dan anak laki-laki tersebutโ. Sabri Samin, 2010 4. Sedangkan orang-orang terakhir dari penganut mazhab ini mengemukakan bahwa, โdiharamkan menikahi anak perempuan itu karena ia diciptakan dari air maninya. Berdasarkan hal tersebut ia haram dinikahi olah ayah dan anak laki-laki dari laki-laki yang berzina ituโ. Dan inilah pendapat yang paling shahih menurut pendapat mereka. Syaikh Hasan Ayyub, 2001 132-133. Kata Imam Abu Hanifah โtidak boleh disetubuhinya sebelum lewat satu kali haid saja, atau sampai bersalin kalau ia hamilโ, Imam Malik memakruhkan kita untuk menikahi wanita pezina. Sedangkan kata Imam Ahmad โtidak boleh di nikahi wanita-wanita yang telah dizina, kecuali dengan dua syarat yaitu a Istibraโ selesai bersalin kalau hamil dan dengan tiga kali haid, kalau tidak hamil, b Telah bertaubat dari zina. Muhammad Hasbi As Shiddieqy, 1997 243-244. Asman Shar-E Vol. 6 Januari 2020 7 Kesimpulannya adalah bahwa Imam Ahmad bin Hambal berpendapat bahwa perkawinan hamil di luar nikah dengan laki-laki yang menghamilinya tidak boleh dilaksanakan kecuali mereka bertaubat terlebih dahulu, dengan kata lain boleh namun bersyarat. Untuk perkawinan hamil di luar nikah dengan laki-laki yang bukan menghamilinya hukumnya itu haram. Imam Ahmad bin Hambal juga berpendapat bahwa wanita hamil di luar nikah tetaplah memiliki masa iddah sebagaimana perempuan yang ditinggal mati atau ditalak oleh suaminya. Penetapan mengenai masa iddah ini untuk menjaga kesucian rahim, yakni apakah ia mengandung janin dari laki-laki yang menghamilinya atau tidak, bukan sekedar untuk menghormati sperma atau janin yang disalurkan melalui perkawinan yang sah. C. Persamaan dan Perbedaan Pandangan Imam Syafiโi dan Imam Ahmad bin Hambal Tentang Pernikahan Wanita Hamil di luar Nikah dan Status Nasab Anaknya Di dalam ensiklopedia hukum Islam keturunan atau kerabat biasanya disebut nasab, pertalian kekeluargaan berdasarkan hubungan darah, salah satu akibat dari perkawinan yang sah. Ulama fikih mengatakan bahwa nasab merupakan salah satu pondasi yang kokoh dalam membina kehidupan rumah tangga yang bisa mengikat. Abdul Aziz Dahlan, 2013 1304. Nasab adalah merupakan suatu nikmat yang paling besar yang diturunkan Allah swt kepada setiap hamba-Nya sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS. al-Furqan, [25] 54, yang berbunyi ๎๎๎ช๎๎ฒ๎๎ถ ๎๎ฝ๎๎๎๎
๎๎๎๎๎ธ๎๎ฎ๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎ฃ๎๎๎๎ช๎๎๎๎๎๎๎๎ค๎๎
๎๎ซ๎๎ค๎ ๎ซ๎ ๎๎ฌ๎๎ช๎ ๎๎๎๎ง๎๎ญ๎๎๎๎ง๎ณ๎ ๎ซ๎ ๎๎ธ๎๎ต๎๎๎๎๎ฐ๎๎๎ ๎๎๎จ๎๎๎ต๎ ๎๎
๎๎๎๎๎๎ช ๎๎ฒ๎ฝ๎๎ Terjemahannya โDan Dia pula yang menciptakan manusia dari air lalu dia jadikan manusia itu punya keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha Kuasaโ. Dalam kaitan ini pula seorang ayah dilarang mengingkari keturunannya dan haram bagi seorang wanita menisbahkan seorang anak kepada yang bukan ayah kandungnya. Rasulullah Saw bersabda yang artinya โWanita mana saja yang melahirkan anak melalui perzinahan, Allah mengabaikannya dan sekali-kali tidak akan dimasukkan Allah ke dalam surga dan lelaki mana saja mengingkari nasab anaknya, sedangkan dia mengetahuinya, maka Allah akan menghalanginya masuk surgaโ. HR. Abu Dawud, an-Nasโi, al-Hakim, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dari Abu Hurairah. Abdul Aziz Dahlan, 2013 1304. Sebaliknya anak juga dilarang menasabkan dirinya kepada laki-laki selain ayahnya sendiri. Dalam hal ini Rasulullah Saw mengatakan โSiapa saja yang menasabkan dirinya kepada lelaki selain ayahnya sedangkan ia tahu bahwa itu bukan ayahnya, maka diharamkan baginya surga. HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad bin Hambal, Abu Dawud, dan Ibnu Majah dari Saโad dan Abu Waqas. Abdul Aziz Dahlan, 2013 1305. Terjadinya nasab atau keturunan disebabkan antara lain, yaitu a. Penyebab Nasab Ulama bersepakat menyatakan bahwa nasab seseorang kepada ibunya terjadi disebabkan kehamilan yang disebabkan hubungan seksual yang dilakukannya dengan seorang lelaki, baik hubungan itu dilakukan berdasarkan akad nikah maupun melalui perzinahan. Adapun nasab anak terhadap ayah bisa terjadi karena tiga hal 1 Nasab melaui perkawinan yang sah Ulama fikih menyatakan sepakat dalam menyatakan bahwa anak yang lahir dari seseorang wanita dalam Asman Shar-E Vol. 6 Januari 2020 8 suatu sebuah perkawinan yang sah dinasabkan kepada suami wanita tersebut. Hal ini sejalan dengan bunyi hadits sebagai berikut yang artinya โAnak itu bagi siapa yang menggauli ibunya dalam nikah yang sahโ. Untuk itu disyaratkan tiga hal sebagai berikut a Suami tersebut seorang yang memungkinkan dapat memberi keturunan, sehingga menurut kesepakatan ulama fikih adalah seorang laki-laki yang telah baliqh. Oleh sebab itu, nasab tidak bisa terjadi dari lelaki yang tidak mampu atau tidak sanggup melakukan senggama atau lelaki yang tidak mempunyai kelamin, kecuali bisa diobati. b Menurut ulama Mazhab Hanafi, anak itu lahir enam bulan setelah perkawinan. Jumruh ulama menambahkannya dengan syarat suami istri telah melakukan hubungan intim atau senggama. Jika kelahiran anak itu kurang dari enam bulan menurut kesepakatan ulama fikih maka anak yang lahir itu tidak bisa dinasabkan kepada suami wanita itu. Hal ini menunjukkan bahwa kehamilan terjadi sebelum akad nikah, kecuali apabila suami tersebut bisa mengakuinya. Pengakuan tersebut harus diartikan sebagai pernyataan bahwa wanita itu hamil sebelum akad nikah. Bisa juga kehamilan itu terjadi dalam perkawinan yang akadnya fasid atau karena terjadinya hubungan senggama syubhat. Jika demikian halnya, menurut Wahbah az-Zuhaili merupakan seorang ahli fikih di Universitas Damascus, Suriah, maka anak tersebut dapat dinasabkan kepada suami wanita tersebut demi kemaslahatan anak tersebut. c Suami istri bertemu minimal satu kali setelah akad nikah. Hal ini disepakati ulama fikih. Namun mereka berbeda pendapat dalam mengartikan kemungkinan bertemu tersebut, apakah pertemuan itu bersifat aktual atau menurut perkiraan. Ulama Mazhab Hanafi berpendapat bahwa pertemuan berdasarkan kekiraan logika bisa terjadi. Oleh sebab itu, apabila wanita tersebut hamil selama enam bulan sejak ia diperkirakan bertemu dengan suaminya, maka anak yang telah lahir dari kandunganya itu dinasabkan kepada suaminya. Misalnya, seorang wanita yang lahir dari Timur menikah dengan seorang laki-laki dari Barat dan mereka tidak bertemu selama satu tahun, tetapi lahir anak setelah enam bulan sejak akad nikah dilangsungkan. Anak tersebut di nasabkan kepada suami wanita ini. Menurut Mazhab Hanafi, bisa saja terjadi pertemuan melalui kekeramatan seorang sufi sehingga seseorang bisa menempuh jarak yang jauh dalam waktu yang singkat. Namun logika seperti ini ditolak oleh jumruh ulama. Menurut mereka, kehamilan bisa terjadi apabila suami istri tersebut dapat bertemu secara aktual atau secara langsung serta pertemuan tersebut memungkinkan bagi mereka melakukan senggama. Inilah yang dimaksud Rasulullah Saw melalui sabdanya yang artinya โAnak itu bagi siapa yang mengauli ibunyaโ. Menurut Wahhab az-Zihaili, perbedaan pendapat ini muncul karena ulama Mazhab Hanafi mengaggap bahwa pengingkaran seorang lelaki terhadap anak hanya bisa terjadi melalui lian, namun jumruh ulama berpendapat Asman Shar-E Vol. 6 Januari 2020 9 bahwa pengingkaran terhadap anak tersebut selain melalui lian juga bisa dengan cara lainya, yaitu ketika suami tidak mungkin bertemu secara aktual dengan istrinya. Muhammad Jawad Mughniyah, 2007 339. Apabila anak itu lahir setelah terjadi perceraian antara suami istri, maka untuk menentukan apakah anak itu bernasab kepada suami wanita tersebut terdapat beberapa kemungkinan. a. Ulama fikih sepakat menyatakan apabila seorang suami menalak istrinya setelah melakukan hubungan bersenggama dan kemudian lahir anak kurang dari enam bulan setelah perceraian terjadi, maka anak itu dinasabkan kepada suami wanita tersebut. Apabila kelahiran anak itu lebih dari enam bulan sejak terjadinya perceraian, sedangkan suami tidak menyenggamainya sebelum cerai, maka anak tersebut tidak bisa dinasabkan kepada suaminya. b. Apabila suami menceraikan setelah melakukan hubungan senggama, baik cerai tersebut melalui talak rajโi maupun talak baโin, atau karena kematian suami, maka terdapat dua kemungkinan 1 Apabila anak lahir sebelum habisnya masa maksimal kehamilan setelah perceraian atau kematian suami, maka anak itu bernasab kepada suaminya. Masa maksimal kehamilan menurut Mazhab Hanafi dan Maliki dalam salah satu riwayatnya adalah dua tahun, menurut ulama Mazhab Sya fiโi dan Hambali empat tahun, dan menurut pendapat yang popular dikalangan Mazhab Maliki adalah lima tahun. Abdul Aziz Dahlan, 2013 1305. 2 Apabila anak itu lahir melebihi waktu maksimal kehamilan tersebut yang diperhitungkan sejak terjadinya perceraian atau kematian suami, menurut jumruh ulama anak itu tidak bisa dinasabkan kepada suami wanita tersebut. Ulama Mazhab Hanafi mengemukakan rincian yaitu sebagai berikut a Jika perceraian itu termasuk talak rajโi dan wanita itu mengaku bahwa iddahnya belum habis, maka anak itu boleh di nasabkan kepada suaminya, baik anak itu lahir sebelum masa dua tahun sejak terjadinya perceraian dan maupun melebihi dari masa dua tahun, karena suaminya dalam talak rajโi masih boleh melakukan senggama dengan istrinya itu dan senggama itu dianggap sebagi pertanda rujuk. Apabila wanita itu mengakui bahwa iddahnya telah habis atau telah menempuh masa enam puluh hari menurut Imam Abu Hanifah atau tiga puluh sembilan hari menurut kedua sahabatnya, Imam Yusub dan Imam Muhammad bin Hasan asy-Syaibani, maka anak itu tidak boleh dinasabkan kepada suami wanita tersebut. b Jika perceraian itu termasuk talak baโin atau karena kematian suami dan wanita itu tidak boleh mengakui iddahnya telah habis, maka anak itu tidak bisa dinasabkan pada suami wanita itu, kecuali apabila anak itu lahir sebelum dua Asman Shar-E Vol. 6 Januari 2020 10 tahun. Akan tetapi apabila anak itu lahir setelah dua tahun sejak perceraian atau kematian suami, maka anak itu tidak bernasab kepada suami wanita tersebut. Abdul Aziz Dahlan, 2013 1307. 2 Melaui Perkawinan Fasid Pernikahan fasid adalah merupakan istilah pernikahan yang dilangsungkan dalam keadaan kekurangan syarat, seperti tidak ada wali bagi Mazhab Hanafi wali tidak menjadi syarat sahnya perkawinan dan tidak ada saksi atau saksinya itu saksi palsu. Menurut kesepakatan ulama fikih, penetapan nasab anak yang lahir dalam pernikahan sama dengan penetapan anak dalam pernikahan sah. Akan tetapi ulama fikih mengemukakan tiga syarat dalam penetapan nasab anak dalam pernikahan fasid tersebut. a Suami mempunyai kemampuan menjadikan istrinya hamil, yaitu seorang yang baliq dan tidak mempunyai penyakit yang dapat menyebabkan istrinya tidak hamil. b Hubungan senggama bisa dilaksanakan, anak dilahirkan waktu enam bulan setelah akad nikah atau melakukan hubungan senggama, maka anak itu tidak bisa dinasabkan kepada suami wanita tersebut. Apabila anak itu lahir setelah pasangan suami istri melakukan senggama dan berpisah, baik melalui hakim maupun tidak, dan anak itu lahir sebelum masa maksimal kehamilan, maka anak itu tidak bisa dinasabkan kepada suami wanita itu. 3 Melalui hubungan senggama karena adanya syubhah an nikah nikah subhat Hubungan senggama syubhat terjadi bukan dalam perkawinan yang sah atau fasid dan bukan pula dari perbuatan zina. Senggama syubhat bisa terjadi akibat kesalahpahaman atau kesalahan informasi. Misalnya, seorang pria melakukan perkawinan dengan seorang wanita yang sebelumnya tidak dikenal. Abdul Aziz Dahlan, 2013 1306. Contoh lain dalam keadaan malam yang sangat gelap. Seorang lelaki menyenggamai seorang wanita dirumahnya karena mengira wanita itu adalah istrinya. Dalam kasus seperti ini, apabila wanita iu melahirkan enam bulan atau lebih masa maksimal kehamilan setelah terjadinya senggama tersebut, maka anak yang lahir itu dinasabkan kepada lelaki yang menyetubuhinya itu. Akan tetapi, apabila anak itu lahir melebihi masa maksimal kehamilan seseorang wanita, maka anak itu tidak bisa dinasabkan kepada lelaki yang menyetubuhi lelaki itu. Cara menetapkan nasab adalah sebagai berikut. Ulama fikih sepakat menyatakan bahwa nasab seorang anak dapat ditetapkan melalui tiga cara, yaitu 1. Melalui nikah shahih atau fasid. Ulama fikih sepakat menyatakan bahwa nikah yang sah dan fasid merupakan salah satu cara dalam menetapkan nasab seorang anak kepada ayahnya, sekalipun pernikahan dan kelahiran anak itu tidak didaftarkan secara resmi pada instansi terkait. Abdul Aziz Dahlan, 2013 1306. 2. Melaui pengakuan atau gugatan terhadap anak. Ulama fikih membedakan antara pengakuan terhadap anak dan pengakuan terhadap selain anak. Seperti saudara, paman atau kakek. Jika seorang lelaki mangakui bahwa seorang anak adalah anaknya atau sebaliknya seorang anak kecil yang telah baliq menurut jumruh ulama atau mumayyis menurut ulama mazhab Hanafi mengakui seorang lelaki adalah ayahnya, maka Asman Shar-E Vol. 6 Januari 2020 11 pengakuan itu dapat dibenarkan dan anak itu dinasabkan kepada lelaki tersebut, apabila melalui syarat-syarat sebagai berikut a. Anak itu tidak jelas nasabnya, tidak diketahui ayahnya. Apabila ayahnya diketahui maka pengakuan itu batal, karena Rasulullah Saw mencela seseorang yang mengakui dan menjadikan anak orang lain sebagai nasabnya. HR. Al-Bukhari, Muslim, Abudawud, Ahmad bin Hambal dan Ibnu Majah dari Saโd bin Abu Waqas. Ulama fikih sepakat menyatakan bahwa apabila anak itu adalah anak yang dinafikan melalui lian, maka tidak dibolehkan seorang mengakui nasabnya, selain suami yang melian ibunya. b. Pengakuan itu logis. Maksudnya seseorang yang mengakui ayah dari anak tersebut usianya berbeda jauh dari anak yang di akui sebagai nasabnya. Demikian pula halnya, apabila seorang mengakui nasab seorang anak tetapi kemudian datang lelaki lain yang mengakui nasab anak tersebut. Dalam kasus seperti ini terdapat dua pengakuan, sehingga hakim perlu meneliti lebih jauh, tentang siapa yang berhak terhadap anak tersebut. Abdul Aziz Dahlan, 2013 1306. c. Apabila anak itu telah baliq dan berakal, menurut jumruh ulama atau telah mumayyis, menurut ulama Mazhab Hanafi maka kalau anak tersebut membenarkan pengakuan laki-laki tersebut. Akan tetapi, syarat ini tidak diterima oleh mazhab Maliki karena menurut mereka, nasab merupakan hak dari anak, bukan ayah. d. Lelaki yang mengakui nasab anak tersebut menyangkal bahwa anak tersebut anaknya dari hasil hubungan perzinahan, karena perzinahan tidak bisa menjadi dasar penetapan nasab anak. Apabila syarat-syarat diatas terpenuhi, maka pengakuan nasab terhadap seseorang adalah sah dan anak tersebut berhak mendapatkan nafkah, pendidikan selayaknya, dan harta warisan dari ayahnya tersebut. Ketika itu ayah yang telah mengakui anak tersebut sebagai anaknya tidak boleh mencabut pengakuannya, karena nasab tidak bisa dibatalkan. Batas minimal kehamilan adalah sebagai berikut Seluruh Mazhab fikih, baik sunni maupun syiโah, sepakat bahwa batas minimal kehamilan adalah enam bulan. Sebab dalam QS. Al-Ahqaf ayat 15 menentukan bahwa masa kehamilan dan penyusuan anak adalah tiga puluh bula. Muhammad Jawad Mughniyah, 2007 385. Allah SWT berfirman dalam QS. al-Ahqaf, [46] 15, yang berbunyi ๎๎ฎ๎ฟ๎๎ธ๎ฎ๎ฎ๎๎๎ ๎ซ๎๎
๎๎ฐ๎๎พ๎ง๎ฝ๎๎๎๎๎๎๎
๎๎ต๎๎ฒ๎๎๎๎๎ด๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎
๎๎ต๎๎ฒ๎๎๎๎๎๎ด๎จ๎ช๎ฌ๎ซ๎๎๎ด๎๎๎๎ง๎ ๎๎๎๎๎
๎๎ฐ๎ฎ ๎๎๎ธ๎๎ง๎ฎ๎ช๎๎๎ด๎๎ป๎๎๎ฑ๎ฎ๎๎ธ๎๎๎๎๎ฌ๎๎๎ธ๎๎๎๎๎๎ต๎ซ๎ซ๎ ๎๎๎๎ง๎๎๎๎๎๎๎๎ณ๎ง๎ฐ๎๎บ๎ซ๎ซ๎ ๎๎๎๎ง๎๎๎๎ช๎๎ด๎ฎ๎ช๎ ๎๎ฉ๎ง๎ง๎๎ง๎๎๎ช๎๎ฒ๎๎ถ ๎๎บ๎๎๎
๎ธ๎๎๎ฎ๎ฟ๎๎ง๎๎๎๎๎๎๎ ๎ฎ๎ฟ๎๎พ๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎ซ๎๎๎๎ญ๎ซ๎ซ๎ ๎๎๎ฑ๎ง๎ค๎ ๎ซ๎ ๎๎๎๎๎๎ซ๎๎๎๎ญ๎๎๎ฒ๎๎ข๎๎บ๎ซ๎ซ๎ ๎๎
๎ซ๎ซ๎๎๎๎ณ๎๎๎๎ถ๎๎๎ซ๎ซ๎ ๎๎๎ฌ๎๎ต๎๎๎๎
๎๎๎๎๎๎๎ฐ๎๎๎ท๎๎ฉ๎๎ ๎๎๎๎๎๎ง๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎
๎ฎ๎ช๎ ๎๎๎๎ฑ๎ง๎ป๎๎๎ต๎๎ด๎ ๎๎๎ ๎๎
๎ ๎๎ฆ๎๎ง๎๎ฝ๎ซ๎ซ๎๎๎๎๎ด๎ฉ๎๎๎๎๎ฒ๎๎๎๎
๎๎ช๎๎ง๎ฎ๎ฟ๎๎ฝ๎ ๎๎ฃ๎๎๎ถ๎ซ๎ซ๎ ๎๎
๎ซ๎ซ๎๎๎ ๎ง๎๎๎๎ฑ๎ฎ๎๎๎๎๎ธ๎๎ซ๎๎ง๎๎ธ๎๎ซ๎๎ค๎ ๎ซ๎๎๎ฌ๎๎ช๎ ๎๎๎
๎ฎ๎ช๎๎๎ ๎๎๎๎พ๎๎ค๎ฎ๎ช๎๎๎๎Terjemahannya โKami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah pula. Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku Asman Shar-E Vol. 6 Januari 2020 12 dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan memberi kebaikan kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri" Menyapih adalah menghentikan masa penyusuan. Sedangkan Allah SWT berfirman dalam QS. Luqman, [31] 14, berbunyi ๎๎๎๎๎ ๎๎๎ ๎ฎ๎ฟ๎๎พ๎๎๎๎๎ ๎๎ฌ๎๎ต๎๎๎ ๎ฉ๎๎ ๎๎๎๎
๎๎ฐ๎๎ต๎๎๎๎๎๎ด๎จ๎ช๎ฌ๎ซ๎๎๎ด๎๎๎๎ง๎ ๎๎๎๎๎ด๎๎ป๎๎๎ฑ๎ฎ๎๎ธ๎๎๎ ๎๎ฌ๎ฎ๎ฟ๎๎ธ๎ฎ๎ฎ๎๎๎ ๎ซ๎๎
๎๎ฐ๎๎พ๎ง๎ฝ๎๎๎๎๎๎๎ธ๎๎พ๎๎ซ๎๎ค๎ ๎ซ๎๎ง๎๎
๎ฎ๎ช๎ ๎๎๎๎ป๎๎๎ฑ๎ฎ๎๎ธ๎๎ค๎๎๎ ๎๎
๎ ๎๎ฒ๎๎ข๎๎บ๎ ๎ซ๎๎๎
๎ซ๎ซ๎ ๎๎๎ธ๎๎ช๎
๎๎๎๎๎๎Terjemahannya โDan Kami perintahkan kepada manusia berbuat baik kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimuโ. Kalau kita lepaskan waktu dua tahun itu dari waktu tiga puluh bulan, maka yang tersisa adalah enam bulan dan itulah masa minimal kehamilan. Ilmu kedokteran modern mengaitkan pendapat ini dan para ahli hukum Prancis mengambil pendapat serupa ini. Dari pernyataan tersebut di atas muncullah beberapa hukum, sebagai berikut 1. Apabila seorang wanita dan laki-laki kawin, lalu melahirkan seorang anak dalam keadaan hidup dan sempurna bentuknya sebelum enam bulan, maka anak tersebut tidak bisa dikaitkan nasabnya dengan suaminya. Syaikh al-Mufid dan Syaikh al-Thusi dari Mazhab Imamiyah dan Syaik Muyuddin Abd al-Hamid dari Imam Hanfi, bahwa nasab anak tersebut tergantung pada suami wanita tersebut. Kalau dia mau dia bisa mengaitkan nasabnya dengan dirinya. Ketika suami mengakui anak tersebut sebagai anaknya, maka anak tersebut menjadi anaknya yang sah secara syarโi yang memiliki hak-hak sebagaimana mestinya anak yang sah dan dia pun punya hak pula atas anak-anak seperti itu. Kalau suami istri itu bersengketa tentang lamanya waktu bergaul mereka, misalnya si istri mengatakan kepada suaminya โengkau telah bergaul denganku sejak enam bulan atau lebih, karena itu anak ini adalah ana kmu,โ lalu suaminya menjawab, โTidak, aku baru menggaulimu kurang dari enam bulan, karena itu anak ini bukan anakkuโ. Menurut Imam Hanafi, istrinya itu yang benar dan yang diberlakukan adalah ucapannya tanpa harus disumpah lebih dahulu. Menurut Imamiyah, kalau ada fakta dan petunjuk-petunjuk yang mendukung ucapan-ucapan istri atau suami, maka yang diberlakukan adalah pendapat pihak yang mempunyai bukti atau petunjuk tersebut, tetapi bila bukti-bukti dan petunjuk-petunjuk seperti itu tidak ditemukan sehingga persoalan menjadi tidak jelas, maka hakim memenangkan ucapan istri sesudah disumpah lebih dahulu bahwa suaminya telah mencampurinya sejak enam bulan lalu, lalu anak tersebut dinyatakan sebagai anak suaminya itu. Muhammad Jawad Mughniyah, 2007 387. 2. Apabila seorang suami telah menceraikan istrinya sesudah dia mencampurinya, lalu istrinya itu menjalani iddah, dan sesudah habis masa iddahnya dia kawin dengan laki-laki lain. Kemudian sesudah kurang dari enam bulan dari perkawinannya dengan suaminya yang kedua, tetapi enam bulan lebih dia istri dikaitkan dengan pencampurannya dengan suami yang pertama. Tetapi anak tersebut lahir sesudah enam bulan perkawinannya dengan suaminya yang kedua, maka Asman Shar-E Vol. 6 Januari 2020 13 anak itu dikaitkan nasabnya dengan suaminya yang kedua itu. 3. Apabila seorang wanita diceraikan suaminya lalu dia kawin dengan laki-laki lain dan melahirkan anak kurang dari enam bulan di hitung dari percampurannya dengan suaminya yang kedua, dan lebih dari batas maksimal kelahiran dihitung dari percampurannya dengan suaminya yang pertama, maka anak itu dilepaskan dari kedua suami tersebut. Misalnya. Seorang wanita telah melalui masa delapan bulan semenjak diceraikan suaminya, lalu dia kawin lagi dengan laki-laki lain, lalu tinggal bersama selama lima bulan dan melahirkan anak. Karena kita telah memberlakukan anggapan bahwa kehamilan minimal adalah enam bulan, maka kita tidak bisa mengaitkan anak tersebut dengan suaminya yang pertama lantaran masa bercerainya sudah lewat satu tahun, dan maka tidak pula bisa menyatukannya dengan suaminya yang kedua karena masa berkumpul mereka kurang dari enam bulan. Masalah seperti ini betul-betul bisa terjadi sepenuhnya bila kita tetapkan berdasarkan ketetapan yang ada. Muhammad Jawad Mughniyah, 2007 387. Persoalanya, bahwa dalam realitas kehidupan masyarakat tidak dapat dihindari adanya hamil di luar nikah. Hamil di luar nikah adalah tindakan yang pada dasarnya sangat tidak dianjurkan oleh agama, karena agama mengajarkan manusia pada kebajikan, namun demikian praktik ini masih banyak kita jumpai di masyarakat. Aladin, Jurnal Masalah-Masalah Hukum, Jilid 46 No. 3, Juli 2017 240. Kawin hamil merupakan fenomena yang semangkin marak di masyarakat akhir-akhir ini. Bahkan seolah-olah kawin hamil telah menjadi bagian dari budaya yang berkembang dalam masyarakat kita. Dedi, Jurnal al-Afkar, Vol. 4, No. 1, Juli 2019 77. Jadi kesimpulan dari hasil penelitian ini, bahwa anak hasil zina tidak memiliki nasab dari pihak laki-laki. Dalam artian si anak itu tidak diwarisi oleh bapaknya. Meskipun si laki-laki yang menzinahinya, menaburkan benih ini mengaku yang dikandung itu anaknya. Tetapi pengakuan ini tidak sah, karena anak tersebut hasil hubungan di luar nikah. Paling cepat umur kehamilan adalah enam bulan. Apabila perkawinan itu telah lebih dari enam bulan lalu anak itu lahir, maka anak itu dinisbatkan kepada suaminya. Sebaliknya, jika anak itu lahir kurang dari enam bulan, maka anak itu dinisbatkan kepada ibumya. KESIMPULAN Dari uraian di atas pendapat tentang perkawinan hamil di luar nikah dapat ditarik kesimpulan bahwa, Hamil di luar nikah dan status nasab anak dalam perspektif Imam Syafiโi dan Imam Ahmad bin Hambal. Imam Syafiโi be rpendapat bahwa perkawinan akibat hamil di luar nikah adalah sah, perkawinan boleh dilangsungkan ketika seorang wanita sedang dalam keadaan hamil. Baik perkawinan itu dilakukan dengan laki-laki yang menghamilinya atau pun dengan laki-laki yang bukan menghamilinya. Kebolehan ini adalah kebolehan yang mutlak, maksudnya tidak ada syarat apapun untuk kebolehan pernikahan ini. Argumentasi Imam Syafiโi tentang kebolehan perkawinan tersebut adalah karena wanita tersebut bukanlah termasuk golongan wanita yang haram untuk dinikahinya. Mazhab Imam Syafiโi berpendapat bahwa zina itu tidak menetapkan haramnya mushaharah menjalin hubungan pernikahan sehingga dibolehkan bagi seorang yang berbuat zina menikahi ibu dari wanita yang dizinahinya. Asman Shar-E Vol. 6 Januari 2020 14 Sedangkan pendapat Imam Ahmad bin Hambal berpendapat bahwa perkawinan hamil di luar nikah yang dilakukan dengan laki-laki yang menghamilinya tidak boleh, kecuali mereka bertaubat terlebih dahulu. Sedangkan, perkawinan hamil di luar nikah dengan laki-laki yang bukan menghamilinya itu haram hukumnya. Imam Ahmad bin Hambal berpendapat bahwa zina itu menyebabkan keharaman mushaharah, maka kalau seorang anak laki-laki melakukan zina dengan seorang perempuan maka laki-laki itu haram mengawini anak perempuan dan ibu wanita yang dizinahinya itu. Sedangkan wanita itu sendiri haram pula dikawini oleh ayah anak laki-laki dari pria yang menzinahinya. Penulis menyimpulkan bahwa setiap mazhab khusus mazhab Imam Sya fiโi yang digunakan di Indonesia, sepakat bahwa batas minimal kehamilan adalah enam bulan, apabila seorang wanita dan laki-laki kawin lalu melahirkan seorang anak dalam keadaan hidup dan sempurna bentuknya sebelum enam bulan, maka anak tersebut tidak bisa dikaitakan dengan nasab atas nama suaminya. B. REKOMENDASI PENELITI Setelah memaparkan hal-hal yang berkaitan masalah di atas maka penulis akan merekomendasikan kepada pembaca sebagai berikut 1. Pembahasan mengenai perkawinan hamil di luar nikah sangatlah luas, karena itu diharapkan untuk penelitian selanjutnya akan menghasilkan penelitian yang lebih luas dan mendalam. Dan pembahasan tersebut agar selalu dicari revensinya terhadap perkembangan pada masa kini, agar peneliti tersebut tidak hanya menjadi sebuah bacaan namun bisa menjadi rujukan sumber hukum yang jelas. 2. Menghadapi perkembangan zaman yang semangkin global dan terjadinya degradasi moral terutama dikalangan remaja, diharapkan agar para orang tua selalu menanamkan nilai-nilai agama kepada putra putrinya sedini mungkin, sehingga dapat meminimalisasi terjadinya perkawinan akibat hamil di luar nikah. 3. Bagi para pemuda yang belum menikah, alangkah baiknya memahami dan menghargai suatu hubungan pernikahan yang sah dan senantiasa menjaga diri perbuatan zina yang memiliki efek panjang. Terutama bagi psikologis anak dari hasil zina tersebut. Asman Shar-E Vol. 6 Januari 2020 15 DAFTAR PUSTAKA Aladin, Pernikahan Hamil di luar Nikah dalam Perspektif Kompilasi Hukum Islam dan Fiqih Islam di Kantor Urusan Agama Studi Kasus di Kota Kupang . Jurnal Masalah-Masalah Hukum, Jilid 46 No. 3, Juli 2017. Online Asman, Pernikahan di Bawah Umur Akibat Hamil di Luar Nikah dan Dampak Psikologi pada Anak di Desa Makrampai Kalimantan Barat, al-Istinbath Jurnal Hukum Islam Vol. 4, No. 1, 2019. Online Ayyub, Hasan, Syaikh. Fikih Keluarga. Jakarta Pustaka Al-Kautsar, 2001. . Azizi, Abdul. Al-Ahwal asy-Syakhsiyyah fi Asy-Syariโah al-islamiyyah. Terjemah Amir. Surabaya Darul Hikmah, 2010. Basri, Hasan. Kompilasi Hukum Islam dan Peradilan Agama dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta Logos Wacana Ilmu, 1999. Bugha, Mustafa. Fikih Islam Lengkap Penjelasan Hukum-Hukum Islam Madzhab Syafiโi. Surakarta Media Zikir, 2010. Dahlan, Aziz, Abdul. Ensiklopedia Hukum Islam. Makassar Ictiar Baru Van Hoeven, 2013. Dedi, Perkawinan Wanita Hamil Karena Zina, Jurnal al-Afkar, Vol. 4, No. 1, Juli 2019. Online Diakses pada tanggal 29 Oktober 2019. Mahli, Mudjab, Ahmad. Wahai Pemuda Menikahlah. Yogjakarta Menara Kudus, 2002. Mamidiy, Muammal. Halal dan Haram dalam Islam. Surabaya PT Bina Ilmu, 2003. Mughniyah, Jawad, Muhammad. Kitab al-Fiqh al-Mahzahib al-Kamzah. Jakarta, 2007. Muhajir, Noeng. Metode Penelitian Kuantitatif. Yogjakarta Rake Sarasin, 2000. Muhammad, Allamah. Fikih Empat Mazhab. Bandung Hasyimi, 2011. Nilhakim, Kontroversi Status Perwalian Anak Luar Nikah Terhadap Fenomena Married by Accident dalam Hukum Islam di Indonesia, Shar-E Jurnal Kajian Ekonomi Hukum Syariah Vol. 5 No. 2, Juli 2019. Online Asman Shar-E Vol. 6 Januari 2020 16 Rafeldi, Mediya. Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan, Wakaf dan Penyelenggaraan Haji. Jakarta ALIKA, 2016. Samin, Sabri. Fikih II. MakasarAlauddin Perss, 2010. Shiddieqy, Asbi Muhammad, Tengku. Hukum-Hukum Fiqh Islam. Semarang PT Pustaka Riski Putra, 1997. Tamimi, Faiz Hamil, Abdul Wahid. Hamil di luar Nikah. Bandung Gema Ilmu, 2018. Tihami. Fikih Munakahat kajian Fikih Nikah Lengkap. Jakarta Rajawalipers, 2014. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Cet. 1, Surabaya Sinarsindo Utama, 2015. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Pustaka Al-KautsarAyyubSyaikh Fikih HasanKeluargaAyyub, Hasan, Syaikh. Fikih Keluarga. Jakarta Pustaka Al-Kautsar, 2001. .Kompilasi Hukum Islam dan Peradilan Agama dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta Logos Wacana IlmuHasan BasriBasri, Hasan. Kompilasi Hukum Islam dan Peradilan Agama dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta Logos Wacana Ilmu, Islam Lengkap Penjelasan Hukum-Hukum Islam Madzhab Syafi'i. Surakarta Media ZikirMustafa BughaBugha, Mustafa. Fikih Islam Lengkap Penjelasan Hukum-Hukum Islam Madzhab Syafi'i. Surakarta Media Zikir, Ictiar Baru Van HoevenAziz DahlanAbdul Ensiklopedia HukumIslamDahlan, Aziz, Abdul. Ensiklopedia Hukum Islam. Makassar Ictiar Baru Van Hoeven, Wanita Hamil Karena DediZinaDedi, Perkawinan Wanita Hamil Karena Zina, Jurnal al-Afkar, Vol. 4, No. 1, Juli 2019. Online dan Haram dalam IslamMuammal MamidiyMamidiy, Muammal. Halal dan Haram dalam Islam. Surabaya PT Bina Ilmu, Perwalian Anak Luar Nikah Terhadap Fenomena Married by Accident dalam Hukum Islam di IndonesiaKontroversi NilhakimNilhakim, Kontroversi Status Perwalian Anak Luar Nikah Terhadap Fenomena Married by Accident dalam Hukum Islam di Indonesia, Shar-E Jurnal Kajian Ekonomi Hukum Syariah Vol. 5 No. 2, Juli 2019. Online Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan, Wakaf dan Penyelenggaraan HajiMediya RafeldiRafeldi, Mediya. Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan, Wakaf dan Penyelenggaraan Haji. Jakarta ALIKA, SaminFikihIiSamin, Sabri. Fikih II. MakasarAlauddin Perss, No. 1 TahunTihami. Fikih Munakahat kajian Fikih Nikah Lengkap. Jakarta Rajawalipers, 2014. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Cet. 1, Surabaya Sinarsindo Utama, 2015.
Malem Ibu/Tante/Mbak, ga tau mau panggil apa. Saya member cowok. Lagi bingung. Saya udah bikin trid di forum tetangga. Cuma saya mau tau lebih banyak pendapat juga.
Fenomena hamil di luar nikah di kalangan remaja ditinjau dalam perspektif pendidikan Islam Akhmad Syahri & Lailia Anis Afifah IAIN Salatiga akhmadsyahri90@iainsalatiga.ac.id DOI: 10.18326/attarbiyah.v27.1-18 Abstrak Mencuatnya fenomena hamil pranikah di kalangan remaja yang tidak segera ditangani akan menimbulkan konflik antar individu dan
Connection timed out Error code 522 2023-06-15 103356 UTC What happened? The initial connection between Cloudflare's network and the origin web server timed out. As a result, the web page can not be displayed. What can I do? If you're a visitor of this website Please try again in a few minutes. If you're the owner of this website Contact your hosting provider letting them know your web server is not completing requests. An Error 522 means that the request was able to connect to your web server, but that the request didn't finish. The most likely cause is that something on your server is hogging resources. Additional troubleshooting information here. Cloudflare Ray ID 7d7a279c59170df3 โข Your IP โข Performance & security by CloudflarePerjuanganHamil (1) Dari sebelum hamil, gw sudah punya nazar 1. Nyumbang ke anak yatim-piatu. 2. Nulis pengalaman gw di blog dengan tujuan memotivasi rekan2 seperjuangan :) Nazar pertama akan gw lakukan kira2 sebulan berikutnya. Nazar kedua, akan gw lakukan sekarang. Problem yang gw alami sehingga menyebabkan infertilitas sebenernya agak2
Orang yang hamil diluar nikah dinilai sebagai keburukan, yang kalaupun terjadi harus di sembunyikan. Masyarakat patriarkal sekarang ini, cenderung mempersalahkan wanita dalam kehamilan diluar nikah. Padahal wanita yang hamil bisa saja merupakan korban perkosaan atau korban keadaan (dipaksa lewat bujukan untuk melakukan hubungan seksual oleh
Apa arti MBA married by accident? Kawin hamil atau yang sering disebut dengan istilah married by accident MBA adalah sebuah kasus yang menggambarkan bahwa terjadinya perkawinan disebabkan karena adanya kecelakaan berupa kehamilan sebelum pernikahan tersebut diselenggarakan, atau pernikahan terpaksa dilakukan karena sudah hamil. Apa itu anak MBA? Istilah married by accident identik dengan perkawinan di bawah umur. โฆ Yang mana pria dan wanita tersebut akhirnya menikah secara sah baik secara agama maupun Negara dan anak tersebut lahir dalam perkawinan sah orangtuanya. Kenapa orang bisa married by accident? Dari hasil penelitian ditemukan bahwa 1 Ada dua faktor penyebab married by accident, yaitu a Faktor internal, yang meliputi kurangnya pemahaman agama pelaku married by accident, pengendalian nafsu seksual yang lemah, kurangnya pemahaman akan bahaya married by accident. b Faktor eksternal, yaitu meliputi โฆ Hamil di Luar nikah singkatan? โ Kini MBA sudah tidak asing lagi bagi banyak kalangan di Indonesia, khususnya di Jakarta. Kasus Married by Accident memang masih sulit diterima masyarakat Indonesia pada umumnya. โฆ Peristiwa atau kejadian MBA didasari oleh beberapa faktor. Menurut kamu apa itu MBE married by accident? Married by accident MBA adalah sebuah kasus yang menunjukan bahwa terjadinya perkawinan yang disebabkan oleh adanya kecelakaan berupa kehamilan sebelum adanya pernikahan diselenggarakan. โฆ Hal ini dikarena kasus-kasus hamil di luar nikah telah menjadi sesuatu hal yang sangat marak dan biasa terjadi di masyarakat. Apa arti MBA Hamil Duluan? MBA versi gaul adalah kepanjangan dari Married by Accident atau bahasa mudahnya hamil diluar nikah. Kata ini digunakan masyarakat dunia untuk menyingkat kejadian yang disengaja atau tidak disengaja yang menyebabkan kerugian besar bagi si wanita.Rumahini juga menyisakan kenangan yang sedih dan tidak terlupakan. Yaitu ketika Juni 2007, saya harus dioperasi karena hamil ektopik (hamil di luar kandungan). Pemandangan yang ada di depan mata bener-bener diluar dugaan saya. Walaupun temen tagoni (nyanyi sambil rebanaan) saya later on banyak yang MBA (bukan titel master looh) dan ada Bahasa gaul hamil diluar nikah dapat didefinisikan sebagai bahasa yang digunakan oleh para remaja yang sedang hamil diluar nikah. Dalam bahasa gaul ini, terdapat istilah-istilah yang menggambarkan situasi mereka, seperti โjomblo ngenesโ, โudh nge-gebetโ, atau โkejebakโ. Bahasa ini sering digunakan di media sosial atau dalam .